Rabu, 25 November 2015

“Gugur Sebelum Musimnya”


“Esensi dari tugas ini adalah tanggung jawab kita” pesan yang selalu aku ingat dari beliau Abah Kiai Masyrokhan selama aku di sini. Tak terbayangkan sudah hampir dua tahun aku di dalamnya. Bagiku, mereka yang ada di sini adalah keluarga. Ada cinta, rindu, kekompakkan, keuletan, perjuangan, dan kebersamaan. Semua indah dan memiliki mimpi yang menjulang tinggi di angkasa. Kebersamaan, ya kebersamaan. Jika yang satu sakit, maka yang lain ikut sakit, berat sama dijinjing dan ringan sama dipikul begitu pepatah kuno mengatakan dengan penuh makna.
Dari jurusan yang berbeda, daerah asal yang tak sama, hobi yang berbeda, semua bersatu dalam keluarga kecil itu. Keluarga yang dibentuk karena kami memiliki mimpi yang sama, ingin bisa menulis. Ya, mimpi sederhana yang memiliki banyak harapan di dalamnya, dan harapan itu bagai menara-menara yang menjulang tinggi. Aku yakin, kami semua akan bisa mewujudkannya. Aku yakin masih akan bisa mewujudkannya, meski cita-citaku dulu sama dengan cita-cita Ahmad Fuadi yang ingin ke ITB tidak terwujud, tapi aku yakin masih akan ada banyak mimpi di sana. Lewat menulisnya, dia kini menjadi seorang yang penuh inspiratif, penerima 8 beasiswa luar negeri, menjadi Direktur Komunikasi di sebuah NGO konservasi, dan mendirikan Komunitas Menara, sebuah lembaga sosial untuk membantu pendidikan orang yang tidak mampu dengan basis sukarelawan. Aku ingin itu terwujud di sini. Jika satu orang memilki satu menara, maka kita tak hanya mempunyai lima menara. Kita bahkan bisa memilki berpuluh menara menjulang tinggi, dan menara-menara itu adalah mimpi kita sendiri.
Tentu, dan memang tak semudah mengoceh seperti yang saya celotehkan, semua butuh perjuangan, hati yang selalu sabar dan pantang menyerah, tidak takut mencoba, dan mau menyempatkan. Alasan-alasan ketika ditagih tulisannya saat sudah deadline sudah menjadi makanan sehari-hari dalam dunia menulis di sini. Namun, kenyataannya kita mampu menghasilkan majalah dinding Madina (dulu), Buletin Embun dua kali setiap bulannya, dan kita bisa menciptakan majalah Aswaja 5 edisi berturut-turut. PERCAYA, kan? KITA itu BISA! Ingat mantra ajaib dari Abah, “Mau, Mampu, dan Menyempatkan”. Kita pasti akan bisa melewatinya. Aku hanya ingin kalian bisa bertahan di sini, mantra itu jika kita pegang terus, kalian pasti akan bisa. Kalian adalah orang yang selalu mewarnai hatiku, tanpa kalian hidupku jauh tak bermakna. Aku masih yakin kita keluarga di sini karena aku yakin masih ada CINTA di sini (nunjuk hati J).
Semua itu tak terbayangkan ketika salah satu sahabatku membawa dua pesan itu. Dua pesan dari sahabat kita sendiri, sahabat yang selalu aku rindukan goresan-goresan tintanya untuk menyapa dunia.  Perih dan pedih memang tak ada bedanya. Sedih. Setelah kutahu, daun yang satu itu telah gugur karena dipetik, kini dua daun yang lain seakan tergoyahkan oleh hantaman angin yang sangat kubenci. Angin yang selalu menggugurkan daun-daun itu, meski tak mungkin kusalahkan. Begitu juga setahun yang lalu, awalnya hanya satu, kemudian dua, dan pernah ada harapan semoga daun itu adalah daun yang terakhir. Namun, musim gugur ternyata hadir di saat hati sedang pilu menantikan musim semi. Musim gugur yang tak selalu kuinginkan. Musim gugur yang menjatuhkan daun-daun yang masih hijau terserak angin. Musim gugur yang mengundang perpisahan, musim gugur yang masih selalu tak kuinginkan. Semoga, esok saat musim semi, daun-daun itu akan semakin berwarna-warni. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyayangi Hewan Kesayangan Rasulullah                 Kucing merupakan hewan yang sering berada di sekitar kehidupan dan lingkungan manu...