Selasa, 19 November 2013

Kunafi’kan Cintaku Demi Ridho-Mu
Oleh: Aim_Ummu el huroir

Shodaqallohul’adhimm...
            Kuakhiri untaian Kalam Illahi dengan kalimat pujian itu. Lalu kututup mushaf demi mushaf dari juz Al-qur’anku. Sejenak kumenoleh ke benda yang ada di sampingku, ku cari apa yang dibawa oleh nada dering pesan masuk di hpku. Ada tiga pesan masuk yang belum terbaca di halaman muka ponsel itu. Tiga nama yang tak asing lagi di benakku berderetan mengisi daftar inboxku. Dari Syahid, Kak Ridho, dan Lutfi.
            From: Syahid
            Assalamu’alaikum.. sampun selesai dheresnya??
Kuabaikan terlebih dulu, kugerakkan jemariku kembali ke pesan masuk yang lain.
            From: Kk Ridho
            Beri aku nasihat yang indah dari Illahi oleh mu...
Sekali lagi, kubiarkan saja kalimat siratan itu dan kubuka pesan terakhir yang belum terbaca dari benda yang sedang ku pegang ini.
            From: Lutfi J
       Assalamu’alaikum ukhti... ahlaman syadid... tetap teguh dalam penggapain dan penantian ya ‘Ainii... barokalloh...
            Kutarik nafasku dengan pelan. Kukedipkan kedua mataku tanpa kumembukanya. Simpul senyum kesenderianku malam ini masih cukup menentramkan peluh jiwaku. Aku percaya hatiku hanya bisa nyaman dan tentram saat kucelotehkan elegi-elegi merdu dari Kalam Illahi Rabbii, Al-qur’anku. Seraya kupejamkan dua kelopak indraku, indah lebih indah dari keindahan yang pernah kurasakan. Tiga sms dari tiga laki-laki yang selalu mengilingiku tak jua pernah sirna dari memori otakku. Malam ini pun, hingga kubiarkan ragaku bersandar dan bermuara ke ruang mimpi dengan sendirinya.
***
            Seperti biasanya, setelah jama’ah maghrib yang terlaksana di Aula putri Ponpes Nur Illahi. Ponpes yang mengenalkanku kepada sosok-sosok itu. Syahid dan Lutfi. Kupijakan kakiku ke dhalem untuk menyetorkan hafalanku semalam. Tiba-tiba kuterhenti pada sosok seorang kaum Adam di depanku. Aku kenal sosok itu. Kutundukkan kepalaku  sambil terpaksa kuhentikan pijakan langkahku. Menunggu bayangan sosok itu keluar. 
            Dia pun keluar. Sekali lagi, kuhanya bisa menunduk dan tak pernah mampu memandangnya. Akhirnya aku pun masuk untuk melaksanakan niatku sedari tadi. Memang, ada yang beda di setiap aku berpapasan dengan orang itu. Tapi, aku tetap malu untuk melihatnya. Mencegah kekhawatiran hati agar tidak jatuh ke lembah asmara seseorang yang belum begitu kumengenalnya. Aku tak mau.
***
            Jawaban apa yang harus kuberikan? Tiba-tiba kejutan ini membingungkanku. Menawarkanku untuk  memilih dan memutuskan atau mungkin hanya sekedar ujian bagiku. Syahid begitu baik denganku, setiap aku sedang membutuhkan bantuan, dia datang dengan segala kemampuan dan kerendahannya. Aku senang mempunyai sahabat seperti dia.
            Cinta. Cinta yang Syahid nyatakan ke hadapanku melalui pesan singkat itu, sesaat menyirangiku, mengajakku ke sebuah jawaban yang bisa membuat Syahid tentunya, senang terhadapku. Berbagai bisikan syaitan merdu dan panas bertahta di pikiranku. Ku hanya mampu bersua jika aku belum siap dan ingin fokus dengan hafalanku. Ma’afkan aku. Ini adalah pantangan kecil dengan jalan yang kupilih sendiri. Ma’afkan aku sahabat...
***
            Tak selang dua hari, kak Ridho yang sebagai masa lalu, kini selalu datang dengan syair-syair indahnya. Senang yang berbalut resah. Apa maksud dari sikapnya itu. Sewaktu di SMA dulu, dia hanya sebatas kakak kelasku dan aku hanya sebagai adik kelasnya. Hubungan yang kita jalani merupakan hal yang wajar dan apa adanya. Namun, dengan cara yang berbeda, dia tiba-tiba juga muncul dengan perasaan hatinya yang kedua kali Kak Ridho mengungkapkannya. Dia tetap baik meski kini kita terpisah. Bagai tak kenal jarak dan waktu, hati ini pun tak pernah bisa dipaksakan. Dan, untuk kesekian kalinya, aku hanya bisa berkata jika aku sudah bahagia dengan pedang islam yang kubawa yang setiap detiknya selalu memberiku kesejukan melaju ke oase fatamorgana ini. Ma’afkan aku Kak...
***
            Entah. Dunia akan menghinaku atau menertawakanku. Dua insan yang jelas berbeda. Yang selalu ada, selalu baik, dan selalu mengulurkan segalanya buatku. Kutampis begitu saja dengan ketulusan hati mereka yang mencintaiku. Inilah sebuah komitmen mulia yang harus tetap kupegang dan kubawa selamanya, hingga pelaminan nanti yang akan membahagiakanku, entah dengan siapapun jua.
            Kujalani lagi perputaran dunia ini dengan rutinitas seperti biasanya. Waktu, mengajakku untuk selalu bertemu dengan dia. Lutfi yang juga ingin menjadi seorang Hamil Illahi tak berasa bisa lebih dekat dengan hati ini. Pesan singkat yang selalu sejuk dan terpana darinya, mampu membiarkanku larut ke dalam khayalan mimpi indah bersamanya. Meski kutetap yakin pada keindahan Maha Latif dengan segala lantunan suci yang akan terus kugenggam dan abadi ini. Namun inilah hati manusia, senormal dengan makhluk yang lain, akan mendamba memadu kasih dengan pujaan kekasih hatinya.
            Lutfi, begitu juga dengan aku. Memiliki cita-cita yang sama. Saling cinta dan merindu, saling bermimpi. Begitulah, kita takkan bersatu. Sebelum Allah menautkan masing-masing hati kami. Aku yang tak bisa meninggalkan amanah Allah ini. Cintaku kepada Allah lebih besar dari segala yang lain. Kubiarkan cinta ini berujung dari waktu ke waktu. Entah tulang rusuk ini milik siapa. Malaikat juga tak pernah tahu siapa yang akan menyinari lembah hatiku. Lutfi atau siapa saja. Aku cukup dengan keindahan luar biasa ini yang Allah selalu teruntukkan untukku. Segalanya, kunafi’kan cinta dan segala yang menawanku demi mencapai Ridho-Mu. Allah dengan segala Maha-Nya.
***

             

Menyayangi Hewan Kesayangan Rasulullah                 Kucing merupakan hewan yang sering berada di sekitar kehidupan dan lingkungan manu...