Minggu, 31 Agustus 2014

Bingkisan terindah buat Emak Aim El Huroiroh

Bingkisan terindah buat Emak
Lima tahun silam, 2009
            Aira cemas menunggu sendiri di bilik rumah kecilnya. Menanti seseorang  yang kini tengah menghadiri acara wali murid di SMP  di desanya itu. Bukan Emaknya yang ia cemaskan. Hingga suara khas gaya jalan Emaknya  pun terdengar. Dengan dentuman jantung yang semakin kencang, Aira menyambut Emak tepat di depan pintu rumahnya. Dengan cepat, amplop putih yang di covernya tertulis namanya itu sudah berada di tangan Aira. Sembari membuka, dentuman-dentuman di jantung Aira semakin memuncak. Dua buah suku kata yang ditulis kapital semua dan di-bold itulah yang tengah memecahkan letusan kecemasan di dalam hatinya.
LULUS
***
            Aira menangis lagi.
            “Bagaimana ini Rif?” tanya Emak sambil melihat Aira menangis.
            “Iya Mak, sudah saya carikan. Saya sudah ngobrol-ngobrol sama pak kepala sekolah.” jawab kakak Aira.
            Masih saja Aira berkokoh menitihkan air matanya. Berpura tak mengerti tujuan pembicaraan itu.
***
            Waktu mulai menginjak ke pertengahan malam. Beberapa menit lagi mungkin. Aira masih saja belum terpejam. Lampu berdaya 10 watt yang berada di atas gotaan sempit dan berisi 7 santri putri itu sedari tadi sudah tidak menyala. Ketujuh santri itu pun sudah melalang buana ke alam mereka masing-masing. Tetap saja Aira tak berhasil menutup kelopak matanya.
            Benaknya sedang menjamu sketsa beberapa hari yang lalu. Saat Aira berduduk siku di rumah kayunya mendengarkan nasihat-nasihat dari orang tuanya.
            Emak....!” panggil Aira dalam hatinya beriring dengan air matanya. Di mata Aira yang penuh linangan air itu tak pernah berhenti merindukan wajah Emaknya. Wajah Emak yang mulai berkerut menggambarkan semakin banyak beban yang harus ditanggung demi cita-cita Aira.
***
Dua tahun yang lalu, 2012
Tiga tahun berlalu bersama prestasi Aira yang tak pernah berlalu. Peringkat pertama selalu ia dapatkan selama sekolah. Emak pasti bahagia. Bahagia karena Aira segera kembali menemani Emak di gubuk kayunya. Namun, menjadi mahasisiwi di sebuah perguruan tinggi adalah mimpi Aira selanjutnya.
Mak, Aira lolos, masuk.” ucap Aira semangat sekali.
“Lolos piye, Nduk?” jawab Emak tak mengerti.
“Aira dapat beasiswa dan masuk perguruan tinggi yang Aira cita-citakan, Mak.”.  Rona muka  Emak tetap saja datar dan nampak Emak tak ingin berpisah lagi dengan Aira. Yang Emak ingin Aira menemani masa tua orang tuanya. Bukan mimpi, bukan prestasi. Tapi, Aira tetap saja Aira.
***
Emak..” panggil Aira lirih.
Dalem Nduk...” jawab Emak juga lirih.
Emak ingin Aira jadi apa, Mak?”
Kuliahe sing sregep, Nduk.”
Enggeh, Mak. Restui Aira menghafal Alquran Mak,...” sembari menciumi tangan Emak.
Sebuah hadiah yang sangat jauh diinginkan Emak. Emak tak pernah tau bagaimana Aira melakukan ini semua. “Jika Aira belum bisa membahagiakan Emak dan Bapak di dunia ini, Aira ingin dekat dengan Allah dan akan selalu Aira pintakan kebahagiaan abadi teruntuk mereka. ‘Fadhulii fii ‘ibadii wadkhulii jannatii’...”.
Hanya hati Aira yang mampu mengungkapkannya.
***
Nama saya Aimah Nurul Falah, panggil saja Aim. Lahir di Jepara, 19 Oktober 1994. Masih belajar di jurusan Bahasa dan sastra Indonesia semester 4, tepatnya prodi sastra Indonesia di Unnes. Jangan lupa mari berbagi ilmu di akun FB: Aimah Nurul Falah, Twitter: @aimmatuzzahro atau e-mail: aimmae_beluphet@yahoo.com.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyayangi Hewan Kesayangan Rasulullah                 Kucing merupakan hewan yang sering berada di sekitar kehidupan dan lingkungan manu...